Alih Bahasa

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Limbah Merkuri Mulai Cemari Poboya

Palu, Kompas - Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Palu,
Sulawesi Tengah, menguji contoh air di sejumlah titik di areal penambangan
emas Poboya. Langkah itu menyusul temuan dinas kesehatan mengenai kandungan
merkuri 0,05 ppm pada sumur warga sekitar areal tambang. Batas toleransi
merkuri 0,01 ppm.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Palu Rosida Thalib,
Senin (31/8), mengatakan, pihaknya sudah mengambil contoh air di sungai,
sumur, dan sumber air Perusahaan Daerah Air Minum.

”Kandungan merkuri sudah mengkhawatirkan sehingga perlu diwaspadai dan
dicari solusinya segera,” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu drg Emma Sukmawati menuturkan, bulan Juli
lalu, pihaknya mengambil contoh air di sumur warga sekitar tempat beroperasi
tromol. Tromol adalah alat berat pengolahan biji dan pasir menjadi emas
menggunakan air keras.

Pencemaran merkuri adalah salah satu yang dikhawatirkan terkait maraknya
aktivitas penambangan emas di Poboya. Para aktivis lembaga swadaya
masyarakat, di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Sulteng, beberapa kali
mengingatkan soal ini.

Poboya merupakan salah sumber air dan penyangga bagi kota Palu. Poboya juga
salah satu kawasan hutan dengan luas 200 hektar. Semula aktivitas
penambangan dilakukan secara tradisional oleh warga. Belakangan, Poboya juga
didatangi penambang dari Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Aktivitas penambangan meningkat menjadi industri tambang skala kecil dan
menengah. Saat ini sudah lebih dari 20 tromol beroperasi.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigjen (Pol) Suparni Parto
menyatakan, tahun lalu hanya sekitar 200 penambang di Poboya. Saat ini
penambang sudah mencapai 1.000 lebih dengan lubang galian mencapai ratusan.

”Kami siap menghentikan aktivitas penambangan dengan langkah hukum, tetapi
tidak semudah itu. Kami perlu mengambil langkah yang bersifat persuasif,
tidak agresif dan tidak menimbulkan persoalan. Perlu solusi bagi para
penambang setelah aktivitas mereka dihentikan,” kata Suparni. (REN)

0 comments:

Posting Komentar